Dok. Getty Images
Miss Mexico, Andrea Meza, dinobatkan sebagai Miss Universe 2021. Pesona Andrea berhasil menyingkirkan kontestan dari berbagai negara.
Namun, tak hanya kemenangan Miss Mexico yang menjadi perbincangan di ajang ini. Pasalnya ada banyak hal menarik terjadi di ajang yang sempat tertunda setahun karena pandemic Covid-19 ini.
Salah satunya yang mencuri perhatian adalah pesan-pesan politik yang banyak disampaikan oleh para kontestan di perhelatan Miss Universe ini.
Yaitu Miss Singapore Bernadette Belle Ong, Miss Myanmar Thuzar Wint Lwin dan Miss Uruguay Lola de los Santos yang membuat pernyataan yang sangat kuat Ketika menampilkan kostum nasional pada Kamis (13/5) lalu.
Miss Singapore Bernadette Belle Ong mengenakan bodysuit berpayet merah dengan sepatu bot tinggi sepaha dengan warna senada serta jubah merah-putih yang tebal.
Bagian yang mencuri perhatian adalah Ketika ia jalan berbalik, yang mana pada bagian belakang jubah terdapat tulisan ‘Stop Asian Hate’.
Tulisan tersebut dilukis oleh seniman Filipina bernama Paulo Espinosa.
“Untuk apa platform ini jika saya tidak dapat menggunakannya untuk menyampaikan pesan perlawanan yang kuat terhadap prasangka dan kekerasan,” tulis Bernadette di akun Instagram-nya.
Pesan ini disampaikan olehnya sebagai bentuk perlawanan terhadap sentimen anti-Asia di seluruh dunia, yang menurut peneliti dari California State University di Sen Bernardino telah terjadi lonjakan kasus kejahatan rasial terhadap orang Asia hingga 164 persen di Amerika Serikat.
Arwin Meriales, desainer asal Filipina yang menciptakan jubah tersebut mengatakan bahwa karyanya tersebut bukan hanya kostum nasional biasa.
“Ini adalah pernyataan dan protes untuk menghentikan aksi kebencian terhadap orang Asia. Siapa yang tidak ingin menjadi bagian dari tujuan seperti itu?” paparnya.
Kabar mengejutkan lainnya juga datang dari Miss Myanmar Thuzar Wint Lwin yang tiba di Florida, Amerika Serikat, dengan kondisi kopernya yang hilang.
Peristiwa ini pun membuat kostum nasional yang harus ia kenakan hilang begitu saja.
Beberapa orang Myanmar yang tinggal di AS membantunya mencari kostum pengganti agar Thuzar tetap bisa mengikuti segmen kostum nasional.
Ia pun akhirnya mengenakan kostum tradisional dari etnis Chin sambil mengibarkan papan bertuliskan ‘Pray for Myanmar’. Seperti yang kita tahu bahwa saat ini Myanmar sedang dalam krisis ketika junta militer menguasai negara yang direspon dengan protes massal oleh rakyat.
Menurut laporan grup aktivis asosiasi bantuan untuk tahanan politik di Myanmar, setidaknya 800 orang telah terbunuh oleh militer sejak kudeta terjadi dan lebih dari 5.000 orang telah ditangkap.
Hal ini pun mendorong Miss Myanmar untuk menggunakan platform global seperti ajang Miss Universe untuk menyampaikan pesan politiknya.
“Myanmar layak mendapatkan demokrasi. Kami akan terus berjuang dan saya juga berharap komunitas internasional akan memberikan bantuan yang sangat kami butuhkan,” ujar Thuzar dalam sebuah video otobiografi menjelang kompetisi dilakukan.
Ternyata, ini bukan pertama kalinya Thuzar menyampaikan pesan protes atas kudeta oleh junta militer Myanmar yang terjadi sejak Februari lalu.
Pada bulan Maret, Miss Myanmar pernah mengunggah pesan penghormatan kepada pengunjuk rasa.
Ia menyebutkan para pengunjuk rasa sebagai ‘pahlawan yang mengorbankan hidup mereka dalam perjuangan untuk kebebasan rakyat kita’ dan menuduh militer Myanmar melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Tak hanya Miss Singapore dan Miss Myanmar saja yang ingin menyampaikan pesan politik, Miss Uruguay Lola de los Santos juga demikian. Ia telah dikenal sebagai pendukung hak-hak kemanusiaan, salah satunya LGBTQ+.
Dalam sesi kostum nasional, ia pun mengenakan gaun Pelangi untuk mendukung komunitas tersebut.
Pada rok yang ia kenakan, terdapat tulisan ‘No more hate, violence, rejection, discrimination’.
(*) Artikel ini sudah pernah dipublikasikan di parapuan.co.
Comments